Wahai... Pemilik nyawaku
Betapa lemah diriku ini
Berat ujian dariMu
Kupasrahkan semua padaMu
Tuhan... Baru ku sadar
Indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur
Kini kuharapkan cintaMu
Reff. :
Kata-kata cinta terucap indah
Mengalir berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku
Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya ilahi....
Muhasabah cintaku...
Tuhan... Kuatkan aku
Lindungiku dari putus asa
Jika ku harus mati
Pertemukan aku denganMu
Back to Reff
Nasyid ini merupakan salah satu Nasyid yang dinyanyikan di pesta walimahku,,,
tapi anehnya cuman lagu nasyid ini aja yang aku inget.
Karena nasyid ini juga baru pertama aku dengar di pesta walimahku itu.
Terus liriknya bener2 menyentuh banget...
Semoga aku bisa mencintai-Nya hingga akhir hayatku dan berjumpa dengan-Nya di akhirat nanti...
Amin ^_^
Walimahku
Rabu, 03 November 2010
Al-Makmun
Khalifah al Makmun adalah khalifah keenam Dinasti Bani Abbasiyah. Dialah khalifah terbesar Dinasti Bani Abbasiyah. Pada masa pemerintahannya, Islam mencapai puncak prestasi dalam bidang peradaban. Karena kesuksesannya dalam membawa kebesaran nama Dinasti Bani Abbasiyah, nama al Makmun tidak dapat dipisahkan dari Dinasti Bani Abbasiyah.
Al Makmun lahir dengan nama lengkap Abdullah Abdul Abbas al Makmun. Dia putra dari Khalifah Harun al Rasyid dari ibunya Marajil. Ibunya adalah bekas hamba sahaya. Sejak kecil al Makmun sudah mencintai ilmu pengetahuan. Di samping itu, dia juga dikaruniai otak yang cerdas. Lewat seorang guru pribadinya Kazai dan Yazidi, pada usia lima tahun al Makmun mulai belajar membaca Alquran dan ilmu-ilmu agama.
Al Makmun juga beruntung dapat belajar hadis dari seorang guru yang sangat masyhur, Imam Malik namanya. Imam Malik adalah seorang ulama yang terkenal pada zamannya. Dia juga pendiri aliran fiqih Maliki. Imam Malik mengajarkan hadis dari buku karyanya sendiri yang dikagumi banyak orang, yakni al Muwatta. Al Makmun tidak saja dikenal sebagai khalifah yang mencintai ilmu-ilmu agama. Dia sangat mencintai ilmu pengetahuan, seperti sastra, hukum, filsafat, astronomi, dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan al Makmun, berkembang paham keagamaan yang beraliran Mu’tazilah. Paham atau aliran Mu’tazilah adalah aliran dalam pemikiran keagamaan Islam yang menekankan kekuatan otak atau rasio. Menurut paham ini, bahwa Alquran itu tidak abadi. Karena jika Alquran itu abadi, maka ada dua yang abadi, yaitu Tuhan dan Alquran.
Paham Mu’tazilah pada masa pemerintahan Khalifah al Makmun dijadikan sebagai paham resmi kerajaan. Kebijakan ini ternyata mendapat pertentangan dari berbagai kalangan ulama. Di antara tokoh ulama yang sangat berani menentang pemerintah pada saat itu adalah Imam Ibnu Hambal. Karena sikapnya yang dinilai berani menentang pemerintah, dia kemudian ditahan. Dia dijebloskan ke dalam penjara dan menjalani hukum cambuk hingga kulitnya memar dan terkelupas. Akan tetapi, dia tetap kukuh dengan pendiriannya.
Al Makmun diangkat menjadi khalifah setelah sebelumnya terjadi perang saudara dengan al Amin. Perang saudara ini terjadi setelah Khalifah Harun al Rasyid, ayahnya meninggal. Dia berhasil menjadi khalifah pada tahun 813 M. Perang saudara memperebutkan kekuasaan ini sebenarnya mengurangi kewibawaan Dinasti Bani Abbasiyah. Akan tetapi, setelah menjadi khalifah, al Makmun berhasil memulihkan nama baik itu.
Setelah menjadi khalifah, al Makmun tidak langsung mengendalikan pemerintahan. Dia terus memperdalam ilmu pengetahuan dan tinggal di kota Merv. Untuk menjalankan roda pemerintahan dia menunjuk Fazal bin Sahal. Namun, dalam praktiknya Fazal bin Sahal banyak membuat kebijakan-kebijakan yang mengedepankan kepentingan dan ambisi diri, sehingga muncul berbagai pemberontakan.
Sumber: Tasirun Sulaiman
Al Makmun lahir dengan nama lengkap Abdullah Abdul Abbas al Makmun. Dia putra dari Khalifah Harun al Rasyid dari ibunya Marajil. Ibunya adalah bekas hamba sahaya. Sejak kecil al Makmun sudah mencintai ilmu pengetahuan. Di samping itu, dia juga dikaruniai otak yang cerdas. Lewat seorang guru pribadinya Kazai dan Yazidi, pada usia lima tahun al Makmun mulai belajar membaca Alquran dan ilmu-ilmu agama.
Al Makmun juga beruntung dapat belajar hadis dari seorang guru yang sangat masyhur, Imam Malik namanya. Imam Malik adalah seorang ulama yang terkenal pada zamannya. Dia juga pendiri aliran fiqih Maliki. Imam Malik mengajarkan hadis dari buku karyanya sendiri yang dikagumi banyak orang, yakni al Muwatta. Al Makmun tidak saja dikenal sebagai khalifah yang mencintai ilmu-ilmu agama. Dia sangat mencintai ilmu pengetahuan, seperti sastra, hukum, filsafat, astronomi, dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan al Makmun, berkembang paham keagamaan yang beraliran Mu’tazilah. Paham atau aliran Mu’tazilah adalah aliran dalam pemikiran keagamaan Islam yang menekankan kekuatan otak atau rasio. Menurut paham ini, bahwa Alquran itu tidak abadi. Karena jika Alquran itu abadi, maka ada dua yang abadi, yaitu Tuhan dan Alquran.
Paham Mu’tazilah pada masa pemerintahan Khalifah al Makmun dijadikan sebagai paham resmi kerajaan. Kebijakan ini ternyata mendapat pertentangan dari berbagai kalangan ulama. Di antara tokoh ulama yang sangat berani menentang pemerintah pada saat itu adalah Imam Ibnu Hambal. Karena sikapnya yang dinilai berani menentang pemerintah, dia kemudian ditahan. Dia dijebloskan ke dalam penjara dan menjalani hukum cambuk hingga kulitnya memar dan terkelupas. Akan tetapi, dia tetap kukuh dengan pendiriannya.
Al Makmun diangkat menjadi khalifah setelah sebelumnya terjadi perang saudara dengan al Amin. Perang saudara ini terjadi setelah Khalifah Harun al Rasyid, ayahnya meninggal. Dia berhasil menjadi khalifah pada tahun 813 M. Perang saudara memperebutkan kekuasaan ini sebenarnya mengurangi kewibawaan Dinasti Bani Abbasiyah. Akan tetapi, setelah menjadi khalifah, al Makmun berhasil memulihkan nama baik itu.
Setelah menjadi khalifah, al Makmun tidak langsung mengendalikan pemerintahan. Dia terus memperdalam ilmu pengetahuan dan tinggal di kota Merv. Untuk menjalankan roda pemerintahan dia menunjuk Fazal bin Sahal. Namun, dalam praktiknya Fazal bin Sahal banyak membuat kebijakan-kebijakan yang mengedepankan kepentingan dan ambisi diri, sehingga muncul berbagai pemberontakan.
Sumber: Tasirun Sulaiman
Ibnu Khaldun
Abdul Rahman Abu Zaid Waliyu ad-Din ibn Khaldun, itulah nama asli dari Ibnu Khaldun. Dia adalah cendikiawan dan ilmuwan Muslim yang fenomenal sebelum Auguste Comte hingga sekarang.
Nama Abu Zaid di ambil dari nama ayahnya, karena kebiasaan bangsa Arab jika tidak mengetahui nama asli yang sebenarnya maka akan memanggil dengan nama ayahnya. Sedangkan Waliyu ad-Din adalah sebuah gelar setelah beliau menjabat sebagai hakim di Mesir. Dan nama Ibnu Khaldun diambil dari nama kakeknya yaitu Khalid bin 'Utsman.
Ibnu Khaldun dilahirkan di bagian utara benua Afrika yaitu Tunisia, di saat shubuh tanggal 1 Ramadhan 237 H bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. Beliau dilahirkan Di salah satu rumah pada lorong kecil di kawasan pasar lama, ibu kota Tunis, Di situlah keluarganya menetap setelah pindah dari Spanyol Moor. Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Yaman, yang kemudian pindah ke Andalusia (Spanyol). Ketika keluarga Ibnu Khaldun mulai merasa akan semakin dekat jatuhnya kerajaan Andalusia ke tangan Spanyol pada tahun 1248, mereka keluar menuju Melilia-Maroko, lalu pergi ke Tunisia pada masa kekuasaan Abi Zakariya Hafsid pada tahun 1228-1249.
Semenjak kecil beliau telah hafal al-Qur'an. Selama masa kecilnya itu beliau secara langsung dididik oleh ayahnya sendiri. Pada waktu remaja Ibnu Khaldun belajar di masjid Zaitunnah yang terletak disamping rumahnya. Masjid ini sebagai pusat keruhanian dan keilmuan di Tunis sebelum adanya Universitas al-Azhar di Kairo yang didirikan pada dinasti Fatimiyyah. Di masjid inilah Ibnu Khaldun mendapatkan keilmuan yang sangat banyak diantaranya mempelajari Qiro'ah seperti Qiro'ah Sab'ah dan Qiro'ah Ya'qub, mempelajari ilmu hukum Islam dari tafsir Qur'an, Hadits, dan Fiqih madzhab Maliki, dan sebagainya..
Ibnu Khaldun mempunyai keahlian menulis huruf Arab dengan baik, tulisannya sangat terkenal sekali di kalangan para pejabat negara. Oleh karena itu Ibnu Khaldun sering diperintah oleh pemerintah untuk menulis surat yang akan dikirim ke pemerintahan yang lainnya. Dari sini lah Ibnu Khaldun mulai memasuki dunia politik. pengalamannya berkhidmat kepada pemerintah dari Afrika Utara hingga Andalusia. sehingga Ibnu Khaldun banyak sekali orang yang suka dan tak lepas pula orang yang benci kepadanya. Akibat dari kebencian itu, pada akhirnya beliau difitnah dan dimasukan kedalam penjara.
Setelah keluar dari penjara, Ibnu Khaldun mulai berkonsentrasi pada bidang penulisan dan penelitian. Beliau juga melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-'Ibar (tujuh jilid) yang telah beliau revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-'Ibar wa Diwanul Mubtada' awil Khabar fi Ayyamil 'Arab wal 'Ajam wal Barbar wa Man 'Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Pada umurnya yang ke 36 tahun Ibnu Khaldun mulai menulis fenomena masyarakat yang ditulis dalam karya agungnya Muqoddimah Ibnu Khaldun. Pemikikiran Ibnu Khaldun sangat relevan pada saat sekarang ini, Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metode-metodenya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa beliau menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modeen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat. Pemikirannya ini dapat mengobati penyakat masyarakat pada abad modern sekarang. Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta'riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya) dan al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta'akhkhiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan al-Qur'an yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman.. Oleh kerena itu pendidikan al-Qur'an dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran al-Qur'an pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.
Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara, masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah kunci keberhasilan Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.
dzikriii.multiply.com
Ibnu Rusydi
Mengenang Ibnu Rusydi adalah mengenang masa kejayaan islam, mengenang betapa dinamisnya transformasi ilmu, mengenang tokoh-tokoh besar semasanya. Mengenang suatu masa dimana ilmu, pengetahuan, kebudayaan, intelektualisme, profesionalisme lebih dihargai, lebih bernilai dari harta; emas dan permata.
Mengenang Ibnu Rusydi adalah mengenang suatu masa dimana kondisi ideal masyarakat; intelektual, pemikir tersebar di sudut-sudut kota, pelosok-pelosk desa. Pelajar-pelajar berdatangan dari daerah, negeri-negeri, baik yang dekat maupun yang jauh. Itulah kondisi masyarakat yang menjadi proyeksi dan tujuan diturunkannya al Quran. Kondisi sosial masyarakat tamadun atau madani, suatu komunitas masyarakat yang berperadaban.
Ibnu Rusydi dilahirkan pada tahun 520 H di kota Qordoba sebuah kota Metropolitan kala itu di Andalusia pada abad 6. Pada saat itu jika kita menyebut, Atena, Rowawi, Iskandariah, Badhdad, kita tidak bisa memisahkannya dari kota Qordoba. Sekitar 150 tahun sebelumnya Khalifah al Muntashir Billah, seorang Khalifah yang mempunyai perhatian besar pada dunia intelektualisme wafat (366 H), beliau adalah khalifah dari bani Umayah.
Al Muntashir Billah mengumpulkan berabagai literatur, membangun perpustakaan yang besar, yang belum pernah di bangun oleh seorangpun di Dunia ketika itu. Ibnu Khaldun dalam Muqadimahnya berkata: ” ... khalifah mengutus para saudagar dan para pedagang, dibekali uang untuk mencari, memburu kitab di bebagai daerah. Sehingga tak heran jika di Andalusia terkumpul ribuan kitab yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui.
Di kisahkan khalifah menghadiahkan sejumlah uang pada seorang ulama yang mengarang kitab Agghani, Abi al Faraj al Isfihani. Seorang ulama yang masih mempunyai hubungan darah dengan Bani Umayah. Selain dihadiahi uang emas seribu dinar, Abi al Faraj al Isfihani di beri salinan kitab itu sebelum di bawa ke Irak (untuk dibawa ke Andalusia).
Hal yang sama dilakukan pula pada Qadhi al Abhuri al Maliki atas jasanya dalam mensyarahi Mukhtashar ibnu Abdul Hikam. Demikian pula dengan ulama-ulama lainnya. Khalifah mengumpulkan para penulis yang handal, serta orang-orang ahli penjilid kitab. Hingga Andalus memiliki perpustakaan yang sangat lengkap. Sebuah capaian yang tidak dapat digapai oleh orang setelah maupun sebelumnya ...”.
Suri tauladan khalifah dalam mendedikasikan hidupnya untuk ilmu, dan semangatnya, perhatiannya dalam mengumpulkan kitab-kitab itu ditiru oleh para saudagar, dan para konglomerat di Andalusia. Baik mereka yang gemar membaca maupun tidak. Al Hadhrami mengisahkan satu kejadian yang membuatnya terkagum-kagum.
Al Hadhrami berkisah : ”suatu ketika aku singgah di kota Qordhoba, aku mendatangi pertokoan buku-buku di kota itu. Aku berharap aku bisa mendapatkan kitab yang sudah lama aku cari. Ulam dicinta pucuk ditiba, kitab yang kucari itu aku temukan. Tulisannya bagus, penjelasannya memukau. Aku senang tidak kepalang. Aku hargai kitab itu dengan sangat mahal, melebihi harga standar kitab itu. Tiba-tiba ada seseorang yang datang kemudian menawar kitab itu lebih mahal lagi. Mencapai harga yang sungguh tinggi sekali. Aku berkata: ’ wahai tuan siapa gerangan yang menawar kitab itu sebegitu tinggi?’.
Si penawar tadi mengajak sesorang kehadapanku, dia memakai pakaian yang bagus. Kemudian aku menghampirinya, aku menegurnya: ’ tuan yang dimulyakan Allah, duhai tuanku yang alim. Jika tuan berminat untuk membeli kitab itu, aku tak jadi membelinya. Tuan telah menawarnya dengan harga yang tinggi sekali’. Orang itu menjawab: ’aku bukanlah seorang alim, tidak pula aku memahami apa isi dari kitab itu. Hanya saja aku membangun sebuah perpustakaan di kediamanku supaya aku lebih terhormat dalam pandangan para pemuka negriku. Dalam perpustakaanku itu masih ada tempat yang kosong, aku kira cukup untuk kitab ini. Waktu aku melihat tulisannya yang rapi, sampulnya bagus aku tak memikirkan seberapa mahal harga kitab itu. Al Hamdulilah Allah telah memberiku harta yang melimpah”.
Dalam kondisi sosial seperti itulah Ibnu Rusydi tumbuh. Ibnu Rusydi pernah berkelekar pada Ibnu Zuhri seorang ulama sekaligus filsuf. Saat itu keduanya di hadapan al Manshur bin Abd Mu’min, Khalifah bani Muhawahidin. ”... aku tidak mengerti apa yang kau katakan wahai Ibnu Zuhri. Yang aku tahu jika seorang cendikiawan di Isybilah wafat kitab-kitabnya di jual ke Qordoba, disana pasti laku. Tapi jika ada orang yang wafat di Qordoba harta peninggalannya dijual di Isybilah, sebab disana pasti laku”.
Dua tokoh itu adalah cendikiwan muslim cemerlang. Kepakaran dan penguasaan mereka dalam berbagai cabang ilmu menjadi bukti pencapaian luar biasa Islam pada abad itu. Pakar-pakar kenamaan di Qordoba berusaha membentuk keluarga intelektual sehingga capaian yang telah mereka gapai di raih oleh anak cucunya.
Itu menjadi kebanggan tersendiri bagi mereka. Masyarakat dan para ulama di Qordoba menyebut Ibnu Rusydi al Jid ( kakek ), Ibnu Rusydi al Ibnu ( anak), Ibnu Rusydi al hafid (cucu). Untuk membedakan antara kakek anak dan cucu, yang sama-sama di panggil Ibnu Rusydi. Demikian juga untuk menyebut keluarga intelektual lainnya, Ibnu Zuhri semisal. Mereka menyebut Ibnu Zuhri al Ashgar untuk membedakan dari Ibnu Zuhri al Hafid.
Pantaslah jika mereka berkata; 'bukanlah lelaki sejati orang yang berkata inilah bapaku orang terhormat, lelaki sejati adalah orang yang berkata inilah aku yang berkepribadian dan berkemampuan'.
Ibnu Rusydi dilahirkan pada tahun 520 H di kota Qordoba sebuah kota Metropolitan kala itu di Andalusia pada abad 6. Pada saat itu jika kita menyebut, Atena, Rowawi, Iskandariah, Badhdad, kita tidak bisa memisahkannya dari kota Qordoba. Sekitar 150 tahun sebelumnya Khalifah al Muntashir Billah, seorang Khalifah yang mempunyai perhatian besar pada dunia intelektualisme wafat (366 H), beliau adalah khalifah dari bani Umayah.
Al Muntashir Billah mengumpulkan berabagai literatur, membangun perpustakaan yang besar, yang belum pernah di bangun oleh seorangpun di Dunia ketika itu. Ibnu Khaldun dalam Muqadimahnya berkata: ” ... khalifah mengutus para saudagar dan para pedagang, dibekali uang untuk mencari, memburu kitab di bebagai daerah. Sehingga tak heran jika di Andalusia terkumpul ribuan kitab yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui.
Di kisahkan khalifah menghadiahkan sejumlah uang pada seorang ulama yang mengarang kitab Agghani, Abi al Faraj al Isfihani. Seorang ulama yang masih mempunyai hubungan darah dengan Bani Umayah. Selain dihadiahi uang emas seribu dinar, Abi al Faraj al Isfihani di beri salinan kitab itu sebelum di bawa ke Irak (untuk dibawa ke Andalusia).
Hal yang sama dilakukan pula pada Qadhi al Abhuri al Maliki atas jasanya dalam mensyarahi Mukhtashar ibnu Abdul Hikam. Demikian pula dengan ulama-ulama lainnya. Khalifah mengumpulkan para penulis yang handal, serta orang-orang ahli penjilid kitab. Hingga Andalus memiliki perpustakaan yang sangat lengkap. Sebuah capaian yang tidak dapat digapai oleh orang setelah maupun sebelumnya ...”.
Suri tauladan khalifah dalam mendedikasikan hidupnya untuk ilmu, dan semangatnya, perhatiannya dalam mengumpulkan kitab-kitab itu ditiru oleh para saudagar, dan para konglomerat di Andalusia. Baik mereka yang gemar membaca maupun tidak. Al Hadhrami mengisahkan satu kejadian yang membuatnya terkagum-kagum.
Al Hadhrami berkisah : ”suatu ketika aku singgah di kota Qordhoba, aku mendatangi pertokoan buku-buku di kota itu. Aku berharap aku bisa mendapatkan kitab yang sudah lama aku cari. Ulam dicinta pucuk ditiba, kitab yang kucari itu aku temukan. Tulisannya bagus, penjelasannya memukau. Aku senang tidak kepalang. Aku hargai kitab itu dengan sangat mahal, melebihi harga standar kitab itu. Tiba-tiba ada seseorang yang datang kemudian menawar kitab itu lebih mahal lagi. Mencapai harga yang sungguh tinggi sekali. Aku berkata: ’ wahai tuan siapa gerangan yang menawar kitab itu sebegitu tinggi?’.
Si penawar tadi mengajak sesorang kehadapanku, dia memakai pakaian yang bagus. Kemudian aku menghampirinya, aku menegurnya: ’ tuan yang dimulyakan Allah, duhai tuanku yang alim. Jika tuan berminat untuk membeli kitab itu, aku tak jadi membelinya. Tuan telah menawarnya dengan harga yang tinggi sekali’. Orang itu menjawab: ’aku bukanlah seorang alim, tidak pula aku memahami apa isi dari kitab itu. Hanya saja aku membangun sebuah perpustakaan di kediamanku supaya aku lebih terhormat dalam pandangan para pemuka negriku. Dalam perpustakaanku itu masih ada tempat yang kosong, aku kira cukup untuk kitab ini. Waktu aku melihat tulisannya yang rapi, sampulnya bagus aku tak memikirkan seberapa mahal harga kitab itu. Al Hamdulilah Allah telah memberiku harta yang melimpah”.
Dalam kondisi sosial seperti itulah Ibnu Rusydi tumbuh. Ibnu Rusydi pernah berkelekar pada Ibnu Zuhri seorang ulama sekaligus filsuf. Saat itu keduanya di hadapan al Manshur bin Abd Mu’min, Khalifah bani Muhawahidin. ”... aku tidak mengerti apa yang kau katakan wahai Ibnu Zuhri. Yang aku tahu jika seorang cendikiawan di Isybilah wafat kitab-kitabnya di jual ke Qordoba, disana pasti laku. Tapi jika ada orang yang wafat di Qordoba harta peninggalannya dijual di Isybilah, sebab disana pasti laku”.
Dua tokoh itu adalah cendikiwan muslim cemerlang. Kepakaran dan penguasaan mereka dalam berbagai cabang ilmu menjadi bukti pencapaian luar biasa Islam pada abad itu. Pakar-pakar kenamaan di Qordoba berusaha membentuk keluarga intelektual sehingga capaian yang telah mereka gapai di raih oleh anak cucunya.
Itu menjadi kebanggan tersendiri bagi mereka. Masyarakat dan para ulama di Qordoba menyebut Ibnu Rusydi al Jid ( kakek ), Ibnu Rusydi al Ibnu ( anak), Ibnu Rusydi al hafid (cucu). Untuk membedakan antara kakek anak dan cucu, yang sama-sama di panggil Ibnu Rusydi. Demikian juga untuk menyebut keluarga intelektual lainnya, Ibnu Zuhri semisal. Mereka menyebut Ibnu Zuhri al Ashgar untuk membedakan dari Ibnu Zuhri al Hafid.
Pantaslah jika mereka berkata; 'bukanlah lelaki sejati orang yang berkata inilah bapaku orang terhormat, lelaki sejati adalah orang yang berkata inilah aku yang berkepribadian dan berkemampuan'.
www.habiblutfiyahya.net
Senin, 01 November 2010
Sebuah Renungan Untuk Para Suami
Para wanita yg mulia ingin berbagi dengan para suami sebagai berikut :
Semoga para suami lebih mengerti dan memahami kita.
"Jika seorang istri menangis di hadapanmu, itu berarti dia tidak dapat menahannya lagi...
Jika kau memegang tangannya saat dia menangis, dia akan menyerahkan seluruh hati & hidupnya untukmu. Seorang istri tidak akan menangis dengan mudah, kecuali di depan orang yang sangat dia sayangi ...
Dia akan menjadi lemah !
Seorang istri jika memutuskan untuk pergi maka kamu akan kehilangan sesuatu yg berharga dlm hidupmu.
Seorang istri jika memutuskan untuk pergi maka kamu akan kehilangan sesuatu yg berharga dlm hidupmu.
Dan jika kamu meminta kembali dia tidak akan kembali menjadi dirinya yang dulu lagi selamanya.
Seorang istri akan selalu berkorban untuk keluarganya dengan menurunkan rasa EGO-nya demi orang yg dicintainya.
Wahai suami2, jika seorang istri pernah menangis karenamu, tolong pegang tangannya dengan penuh kasih sayang & pengertian. Karena dia adalah orang yang akan tetap bersamamu di sepanjang hidupmu walau disaat kau terpuruk terlalu dalam...
Wahai suami2, jika seorang istri menangis karenamu, tolong jangan menyia2kan pengabdiannya. Mungkin, karena perbuatanmu, kau merusak kehidupannya.
Saat dia menangis didepanmu, saat dia menangis karenamu. Lihatlah jauh ke dalam matanya.
Dapatkah kau lihat & kau rasakan SAKIT yang dirasakannya karenamu ?
Pada hari penciptaan PEREMPUAN, Malaikat bertanya kepada ALLAH SWT :
"Apakah keistimewaan dari ciptaanMU ini ?".
Lalu ALLAH menjawab : "Ada banyak KEISTIMEWAAN yang dimiliki oleh ciptaanKU ini".
Dibalik KELEMBUTANnya, dia memiliki KEKUATAN yang begitu dahsyat.
TUTUR KATAnya merupakan KEBENARAN.
SENYUMANnya adalah SEMANGAT bagi orang yang dicintainya.
PELUKAN & CIUMANnya bisa memberi KEHANGATAN bagi suami & anak2nya.
Dia TERSENYUM bila melihat keluarganya tertawa.
Dia TERSENYUM bila melihat keluarganya tertawa.
Dia TERHARU & MENANGIS bila melihat KESENGSARAAN pada orang2 yang dikasihinya.
Dia mampu TERSENYUM dibalik KESEDIHANnya.
Dia sangat GEMBIRA melihat KELAHIRAN.
Dia begitu sedih melihat KEMATIAN. TETESAN air matanya bisa membawa KEDAMAIAN.
Tapi dia sering dilupakan oleh SUAMI karena 1 hal yaitu "betapa sangat BERHARGA-nya dia ...
Langganan:
Postingan
(
Atom
)